Desa Kering
Desa Kering Di Wasuponda Di Sulap Jadi Agrowisata

Desa Kering Di Wasuponda Di Sulap Jadi Agrowisata

Desa Kering Di Wasuponda Di Sulap Jadi Agrowisata

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Desa Kering
Desa Kering Di Wasuponda Di Sulap Jadi Agrowisata

Desa Kering Di Wasuponda Di Sulap Jadi Agrowisata Dan Di Anggap Sebagai Model Pembangunan Pedesaan Ramah Lingkungan. Saat ini Desa Kering Tabarano di Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, dulu dikenal sebagai wilayah kering yang sulit ditanami. Sebagian besar lahannya tergolong kritis dan rawan kebakaran saat musim kemarau. Kondisi tanah yang mengandung banyak silika membuat tanaman sulit tumbuh subur. Namun, melalui kerja keras masyarakat dan dukungan berbagai pihak, desa ini berhasil disulap menjadi kawasan agrowisata yang kini dikenal dengan nama Agrowisata Ponda’Ta. Perubahan besar ini dimulai dari tekad warga yang ingin memanfaatkan lahan tidur menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi dan lingkungan.

Langkah awal dilakukan dengan memilih tanaman nanas sebagai komoditas utama. Nanas dipilih karena tahan terhadap kondisi tanah keras dan minim air. Masyarakat mulai mengolah lahan dengan bimbingan ahli pertanian, memanfaatkan bibit unggul, serta menerapkan teknik penanaman yang sesuai dengan karakter tanah desa. Perlahan, lahan yang dulunya tandus mulai berubah menjadi hamparan hijau penuh tanaman nanas. Program ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tanah, tetapi juga menumbuhkan semangat gotong royong di antara warga.

Seiring waktu, hasil panen nanas yang melimpah membuka peluang baru. Pemerintah desa melihat potensi wisata dari aktivitas pertanian ini. Wisatawan kini dapat datang langsung ke kebun, belajar menanam, dan ikut merasakan pengalaman memanen buah nanas segar. Pemandangan perbukitan yang dulunya gersang kini berubah menjadi latar hijau yang menarik untuk dikunjungi. Agrowisata Ponda’Ta juga memperkenalkan berbagai olahan nanas seperti selai, minuman segar, dan camilan khas desa, sehingga menambah nilai ekonomi bagi masyarakat.

Transformasi Desa Kering Menjadi Kawasan Hijau

Transformasi Desa Kering Menjadi Kawasan Hijau di Wasuponda merupakan kisah nyata tentang ketekunan masyarakat dalam mengubah keterbatasan menjadi kekuatan. Wilayah ini dulunya dikenal sebagai daerah tandus yang sulit ditanami. Tanahnya keras, berbatu, dan memiliki kandungan silika tinggi sehingga banyak lahan tidak produktif selama bertahun-tahun. Setiap musim kemarau, lahan-lahan tersebut bahkan sering terbakar, menambah kesan gersang di wilayah itu. Namun keadaan mulai berubah ketika masyarakat bersama pemerintah desa dan sejumlah mitra mulai berinisiatif menghidupkan kembali lahan-lahan tersebut melalui pendekatan pertanian berkelanjutan dan konservasi lingkungan.

Langkah pertama yang di lakukan adalah mengidentifikasi jenis tanaman yang cocok untuk kondisi tanah kering. Setelah melalui berbagai uji coba, nanas di pilih sebagai komoditas utama karena mampu tumbuh di lahan keras dan tidak memerlukan banyak air. Warga kemudian mulai mengolah lahan secara bertahap dengan bimbingan dari tenaga ahli pertanian. Pemerintah desa menyediakan bibit unggul serta mengajarkan cara mengelola air agar tidak terbuang percuma. Selain itu, upaya penghijauan di lakukan dengan menanam pohon peneduh di sekitar lahan untuk menjaga kelembapan tanah dan mencegah erosi.

Perubahan mulai terlihat dalam beberapa tahun. Lahan yang dulu gersang kini berubah menjadi kawasan hijau yang di penuhi tanaman nanas dan vegetasi pendukung lainnya. Keberhasilan ini tidak hanya berdampak pada peningkatan hasil pertanian, tetapi juga mengubah pemandangan desa secara drastis. Udara menjadi lebih sejuk, tanah lebih subur, dan sumber air mulai terjaga lebih baik. Masyarakat pun mulai memanfaatkan hasil pertanian sebagai daya tarik wisata, sehingga lahirlah kawasan agrowisata yang di kenal sebagai Agrowisata Ponda’Ta.

Menjadi Sumber Ekonomi Baru

Warga di Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, berhasil membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Mereka mampu mengubah lahan kering dan tandus Menjadi Sumber Ekonomi Baru melalui konsep pertanian wisata. Awalnya, sebagian besar lahan di wilayah ini tidak produktif karena kondisi tanah yang keras dan miskin unsur hara. Setiap musim kemarau, lahan tersebut sering terbakar dan sulit di tanami. Namun masyarakat tidak tinggal diam. Dengan semangat gotong royong dan dukungan dari pemerintah desa serta pihak swasta, mereka mulai mencari solusi agar lahan tidur bisa kembali menghasilkan.

Setelah melakukan berbagai percobaan, warga menemukan bahwa tanaman nanas cocok di tanam di tanah kering. Nanas dapat tumbuh tanpa banyak air dan tetap subur di tanah berbatu. Dari situ, mereka mulai membuka lahan secara bertahap dan menanam ribuan bibit nanas unggul. Awalnya hasilnya kecil, tetapi dengan pendampingan dari tenaga ahli pertanian dan bantuan alat pertanian sederhana, produktivitas mulai meningkat. Warga yang dulunya hanya bergantung pada hasil hutan kini mendapatkan penghasilan dari panen nanas yang melimpah. Tidak hanya berhenti di situ, mereka juga mengembangkan berbagai olahan nanas seperti sirup, selai, dan camilan kering untuk meningkatkan nilai jual produk.

Melihat keberhasilan tersebut, pemerintah desa kemudian menggagas konsep agrowisata. Wisatawan di ajak berkunjung langsung ke kebun nanas, belajar tentang cara menanam, hingga ikut memanen buah secara langsung. Aktivitas ini menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar, mulai dari pemandu wisata, pedagang kuliner, hingga pengrajin produk lokal. Desa yang dulu sepi kini ramai di kunjungi wisatawan, dan perekonomian warga pun meningkat. Selain itu, program ini juga menumbuhkan kesadaran baru tentang pentingnya menjaga lingkungan agar tetap hijau dan produktif.

Menjaga Ketahanan Pangan Lokal

Agrowisata kini menjadi salah satu strategi penting dalam Menjaga Ketahanan Pangan Lokal sekaligus memperkuat ekonomi desa. Konsep ini tidak hanya berfokus pada aktivitas wisata, tetapi juga menggabungkan praktik pertanian berkelanjutan yang melibatkan masyarakat setempat. Di berbagai daerah seperti Wasuponda, agrowisata lahir dari upaya warga menghidupkan kembali lahan kering yang sebelumnya tidak produktif. Dengan menanam tanaman lokal seperti nanas, kopi, sayuran, dan rempah, masyarakat tidak hanya memulihkan fungsi lahan tetapi juga mempertahankan keanekaragaman pangan daerah. Pengunjung yang datang untuk berwisata turut belajar tentang pentingnya menjaga pertanian lokal, sehingga nilai budaya dan pangan tradisional bisa terus di wariskan.

Melalui agrowisata, petani tidak lagi bergantung hanya pada hasil panen sebagai sumber pendapatan. Mereka mendapatkan keuntungan tambahan dari kegiatan wisata seperti edukasi pertanian, penjualan hasil segar langsung ke pengunjung, hingga penyediaan kuliner khas berbahan dasar hasil kebun. Pendapatan dari sektor ini membantu memperkuat perekonomian desa dan menciptakan lapangan kerja baru bagi warga, mulai dari pemandu wisata, pengelola homestay, hingga pelaku usaha makanan olahan. Dengan demikian, agrowisata mendorong sirkulasi ekonomi yang tetap berpusat di desa tanpa bergantung pada pihak luar.

Selain dampak ekonomi, keberadaan agrowisata juga berkontribusi pada ketahanan pangan lokal. Karena kegiatan pertanian terus berjalan secara berkelanjutan, masyarakat desa mampu memproduksi bahan pangan mereka sendiri. Hal ini mengurangi ketergantungan pada pasokan dari kota dan memperkuat kemandirian pangan. Agrowisata juga mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, melalui praktik ramah lingkungan seperti penggunaan pupuk organik, pengelolaan air yang efisien, dan pelestarian tanaman lokal.

Dengan berkembangnya agrowisata, desa tidak hanya menjadi tempat rekreasi, tetapi juga pusat pembelajaran dan penghidupan yang berkelanjutan. Masyarakat memperoleh manfaat ekonomi tanpa kehilangan akar budaya dan identitas pangan lokal. Inilah bukti bahwa agrowisata mampu menjadi jembatan antara pelestarian alam, ketahanan pangan, dan kesejahteraan masyarakat desa secara bersamaan. Seperti yang di lakukan pada sebuah Desa Kering.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait